Desember 15, 2025

Teror di Balik Penegakan Hukum: Saat Jurnalis Membongkar Dugaan Tebusan Narkoba di Sugiwaras

file_000000001c207208aa4950bc3933b398

Teror di Balik Penegakan Hukum: Saat Jurnalis Membongkar Dugaan Tebusan Narkoba di Sugiwaras

Sugiwaras (nama samaran) kembali menjadi sorotan—bukan karena prestasi, melainkan dugaan praktik gelap yang menyeret oknum aparat penegak hukum. Upaya mengungkap kebenaran justru berujung pada ancaman terhadap keselamatan seorang jurnalis yang tengah menelusuri praktik pelepasan tersangka narkoba dengan tebusan uang.

Awal Mula — Sebuah Panggilan yang Mengguncang

Maret 2025, seorang anggota unit narkoba menghubungi saya secara tiba-tiba. Ia meminta saya memverifikasi isu sensitif: Kapolsek diduga bersiap membebaskan dua tersangka narkoba. Kecurigaan itu bukan sekadar gosip. Nada suara sang anggota menunjukkan kegelisahan yang tak biasa.

Saya mencoba menjalankan fungsi kontrol publik. Kapolsek saya hubungi untuk meminta klarifikasi. Ia membantah, dan menjelaskan bahwa pelimpahan hanya tertunda karena urusan pekerjaan. Namun, dua hari berlalu tanpa proses pelimpahan apa pun. Sejak saat itu, potongan-potongan kejanggalan mulai bermunculan.

Kronologi yang Tidak Sinkron

Ketika saya kembali menanyakan status tahanan ke anggota narkoba yang sama, jawabannya tidak konsisten. “Sebentar Pak, saya masih di jalan,” ucapnya, tanpa penjelasan lebih lanjut. Tidak ada tindak lanjut. Tidak ada transparansi.

Ketegangan meningkat ketika Kasat Narkoba menelpon saya dengan nada menggertak. Ia menuntut mengetahui siapa sumber yang memberi saya informasi. Tawaran saya untuk bertemu langsung ditolak mentah-mentah. Penolakan itu justru menebalkan dugaan adanya upaya menutupi sesuatu.

Kabar Lain: Tebusan Rp 50 Juta

Seorang informan bernama Leo memberi keterangan mengejutkan: oknum aparat diduga membebaskan para pengguna narkoba dengan tebusan sekitar Rp 50 juta. Praktik itu disebut terjadi di sebuah desa terpencil dalam wilayah Sugiwaras.

Dugaan ini mengarah pada pola yang jauh lebih luas—menangkap pengguna untuk kemudian melepaskannya secara diam-diam demi uang. Sebuah lingkaran setan yang merusak integritas institusi dan kepercayaan publik.

Puncak Intimidasi — Ancaman dari Preman Lokal

Ancaman nyata datang ketika seorang pria tak dikenal menelpon, meminta saya datang ke lokasi tertentu. Karena sadar risiko, saya datang bersama rekan jurnalis lain, Wiwin.

Di sana, kami berhadapan dengan Rizkyanto, sosok yang dikenal sebagai preman berpengaruh di wilayah itu. Tanpa basa-basi, ia menyampaikan ultimatum:

> “Berhenti tanya-tanya soal unit narkoba. Kalau mau konfirmasi, sama saya saja. Kalau tidak, tadi mereka bilang kalian akan ditembak.”

Dunia saya seketika menyempit. Ancaman itu bukan gertakan kosong—ada nama aparat dibawa-bawa dalam kalimatnya.

Dilema Jurnalis: Kebenaran vs Nyawa

Peristiwa ini bukan hanya ancaman terhadap profesi, tetapi terhadap nyawa. Trauma masih terasa hingga sekarang. Namun, pengalaman ini memperlihatkan satu kenyataan: ketika jurnalis menggali kebenaran yang menyentuh area gelap, keselamatan personal bisa menjadi taruhan.

Di saat yang sama, kasus Sugiwaras adalah cermin buruk dari penyalahgunaan kewenangan. Dugaan praktik tebusan, upaya menutupi informasi, dan keterlibatan figur kriminal menunjukkan retaknya integritas penegakan hukum di tingkat lokal.

Seruan untuk Penegakan Hukum dan Perlindungan Jurnalis

Kasus ini perlu mendapat perhatian dari lembaga yang lebih tinggi. Transparansi hanya hidup jika aparat bersih dari intervensi kelompok gelap. Tanpa langkah tegas, praktik korup dan intimidatif seperti ini akan terus berlangsung.

Jurnalis bekerja untuk publik, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu. Ketika keselamatan mereka terancam, sesungguhnya publiklah yang sedang kehilangan pelindungnya.

Penutup

Pengalaman pahit ini menjadi pengingat bahwa jurnalisme investigasi bukan pekerjaan yang aman. Namun, tanpa keberanian untuk tetap menulis, ruang gelap akan semakin luas. Kebenaran memang mahal, tapi diam jauh lebih berbahaya.

……………
Oleh seorang jurnalis dari Sumatera
Editor: Andry Bria
Redaksi: Klik-Infopol.com — Suara Rakyat, Fakta & Integritas