OMBUDSMAN periksa polres lamongan: dugaan maladministrasi penyidik dalam kasus Ongki Wijaya.

IMG-20250813-WA0180

Klik-infopol.com ll LAMONGAN – Harapan akan keadilan kini bergantung pada pundak Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur. Babak baru dalam laporan dugaan maladministrasi serius yang melibatkan oknum penyidik Satreskrim Polres Lamongan memasuki fase krusial setelah pihak pelapor, Bayu Hardiawan, melayangkan surat tanggapan dan klarifikasi lanjutan pada 8 Agustus 2025. Dokumen setebal beberapa halaman tersebut tidak hanya menjadi jawaban atas pemeriksaan Ombudsman, tetapi juga mengungkap serangkaian kejanggalan sistematis yang mencederai rasa keadilan publik.

Kasus ini berpusat pada penanganan laporan yang dinilai penuh rekayasa dan tidak transparan. Bayu Hardiawan, dalam surat resminya, membeberkan secara rinci bagaimana hak-haknya sebagai korban diduga kuat telah diabaikan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya melindunginya.

Salah satu poin paling krusial adalah penghentian perkara secara sepihak. Menurut Bayu, Penyidik Polres Lamongan tidak pernah memberitahukan adanya pencabutan laporan yang konon dilakukan oleh Sdr. Ongki Wijaya, pihak yang sebelumnya melaporkan rekannya sendiri Sdr. David. Akibatnya, proses mediasi yang semestinya menjadi hak korban tidak pernah terlaksana.

“Tindakan ini secara nyata telah melanggar hak saya selaku korban untuk mendapatkan informasi dan kejelasan,” tegas Bayu dalam suratnya.

Puncaknya, penyidik secara diam-diam menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tanpa pernah memberitahu atau mengundang Bayu untuk mengikuti Gelar Perkara.

Kejanggalan tidak berhenti di situ. Sebuah fakta yang lebih mengkhawatirkan terungkap: salah satu oknum penyidik yang menangani perkara ini ternyata telah terbukti melakukan pelanggaran berat berupa upaya pemerasan terhadap, Sdr. David. Pelanggaran ini telah diproses melalui Propam dan berujung pada sanksi mutasi. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas dan objektivitas penanganan seluruh kasus yang melibatkan oknum tersebut.

“Fakta ini menunjukkan adanya integritas yang bermasalah pada oknum penyidik, yang berpotensi besar memengaruhi objektivitas dan profesionalisme penanganan perkara saya,” lanjut Bayu.

Barang Bukti Ditahan, Laporan Balik Diabaikan

Selain penghentian kasus yang janggal, Bayu juga menyoroti barang bukti miliknya, satu unit mobil Mercedes Benz ML 400, yang hingga kini masih ditahan oleh penyidik tanpa kejelasan status hukum. Ironisnya, di saat yang sama, laporan polisi yang dibuat oleh Bayu terhadap Sdr. Ongki atas dugaan penggelapan dan penipuan justru berjalan di tempat. Hingga terbit SP2HP ke-5, tidak ada kemajuan signifikan, sebuah indikasi kuat adanya penundaan berlarut (undue delay).

Sikap pasif dan tidak profesional penyidik semakin kentara ketika mereka menolak mentah-mentah permintaan Bayu untuk melakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap saksi kunci, Sdr. Afik Fubeni, yang sudah dihadirkan langsung di Polres Lamongan. Kesempatan emas untuk membuat terang perkara kembali disia-siakan pada 28 Juli 2025, saat saksi-saksi penting lainnya juga hadir namun tidak diproses oleh penyidik.

Kini, Bayu Hardiawan menaruh harapan terakhirnya kepada Ombudsman. Ia memohon agar lembaga pengawas pelayanan publik ini melakukan supervisi ketat terhadap klarifikasi yang akan diberikan Polres Lamongan, mendorong adanya tindakan korektif yang nyata, dan memastikan seluruh laporannya diproses secara adil dan transparan.

“Intervensi dan pengawasan dari Ombudsman adalah harapan terakhir saya untuk mendapatkan keadilan,” pungkasnya.

Publik kini menanti langkah konkret Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, yang diperkirakan akan memberikan jawaban dalam 14 hari ke depan. Apakah lembaga ini mampu membongkar dugaan maladministrasi di tubuh penegak hukum dan mengembalikan kepercayaan masyarakat? Waktu yang akan menjawab, dan kabar terbaik tentang keadilan adalah satu-satunya hal yang dinantikan. (RA)