Lebih Baik Diriku Terluka, Daripada Harga Diri Organisasiku Dihinakan

Klik-Infopol.com – Malaka, 23 Oktober 2025
Penulis: Andry Bria | Editor: Tim Klik-Infopol.com

 

Opini: Lebih Baik Diriku Terluka, Daripada Harga Diri Organisasiku DihinakanAlfons leki

Di tengah malam yang dingin, seorang pemuda berdiri dengan tubuh penuh luka. Tapi luka itu bukan sekadar akibat kekerasan fisik — di balik lebam di wajahnya, tersimpan luka batin karena kehormatan organisasi pencak silat yang ia banggakan telah dilecehkan dan dipandang rendah oleh mereka yang merasa berkuasa.

> “Lebih baik diriku terluka,” katanya lirih namun tegas, “daripada harga diri organisasiku diinjak dan tidak dihargai.”

Kalimat itu bukan sekadar ungkapan emosional, melainkan sumpah seorang pendekar muda yang memahami bahwa pencak silat bukan hanya seni bela diri, tetapi jalan hidup yang menjunjung tinggi kehormatan, persaudaraan, dan tanggung jawab moral.

Luka yang Menjadi Simbol Perlawanan

Peristiwa itu bermula dari sebuah provokasi kecil. Sekelompok orang yang merasa lebih tinggi karena jabatan dan kuasa, merendahkan nama perguruan silat yang selama ini menjadi rumah bagi banyak pemuda.
Korban dipukul, dijatuhkan, dan dipermalukan di depan orang banyak. Namun yang paling menyakitkan bukanlah luka di tubuh, melainkan penghinaan terhadap simbol kehormatan.

Meski memiliki kemampuan untuk membalas, ia memilih jalan berbeda — menegakkan martabat dengan cara yang bermartabat. Ia menempuh jalur hukum, bukan dendam. Ia percaya, keadilan sejati tidak lahir dari amarah, tetapi dari keberanian melawan ketidakadilan dengan kepala tegak.

Keadilan yang Tertatih

Namun perjalanan mencari keadilan tak selalu mudah. Laporan yang disampaikan seolah tenggelam dalam diam. Pelaku seakan kebal hukum karena berada di lingkaran kekuasaan.
Fenomena seperti ini bukan hal baru — ketika hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, rakyat kecil sering menjadi korban yang harus menanggung luka tanpa kepastian.

> “Aku tidak ingin organisasi ini dikenal karena amarah,” ujarnya, “tapi karena keberanian menegakkan harga diri dengan cara yang terhormat.”

Ucapannya menjadi pengingat bahwa menjaga nama baik organisasi bukan berarti memicu konflik, tetapi menegakkan prinsip dan jati diri.

Lebih dari Sekadar Silat

Bagi banyak pendekar muda, pencak silat bukan sekadar gerakan fisik. Ia adalah warisan nilai — tentang menghormati lawan, menjaga kedamaian, dan menegakkan keadilan.
Karena itu, ketika kehormatan organisasi dilecehkan, mereka tak sekadar merasa tersinggung, tapi juga terpanggil untuk meluruskan kebenaran.

Penutup: Tubuh Boleh Luka, Tapi Harga Diri Tidak

Malam itu, di bawah langit Malaka yang senyap, pemuda itu berdiri tegak. Luka di tubuhnya menjadi saksi keberanian — bukan kelemahan.
Ia sadar, keadilan mungkin datang terlambat. Tapi selama ia berdiri di atas kebenaran, harga diri organisasinya tidak akan pernah bisa dijatuhkan oleh siapa pun.

“Mereka boleh menertawakan luka di tubuhku,” katanya menutup pernyataannya, “tapi mereka tidak akan pernah bisa menertawakan keyakinanku. Karena kehormatan bukan sesuatu yang bisa dibeli — ia hanya bisa dijaga dengan keberanian.”***Alfons Leki