Kesadaran Politik dan HAM untuk Masyarakat Kecil: Suara yang Terlalu Lama Dibungkam
Kesadaran Politik dan HAM untuk Masyarakat Kecil: Suara yang Terlalu Lama Dibungkam
Malaka, klik-infopol. Com—Hari ini, saya ingin mengajak kita semua menundukkan kepala sejenak. Bukan untuk meratapi nasib, tetapi untuk mendengar suara-suara kecil yang selama ini tenggelam di balik bisingnya pembangunan, ambisi politik, dan hiruk-pikuk kota yang terus melebar tanpa arah empati.
Suara itu datang dari ibu-ibu yang bangun sebelum matahari terbit, namun tetap kesulitan menyediakan sepiring makan untuk anaknya.
Suara itu datang dari bapak-bapak yang bekerja dari pagi hingga malam, tetapi upahnya bahkan tidak cukup untuk menyekolahkan buah hatinya.
Dan suara itu juga datang dari keluarga yang terusir dari rumahnya—digusur atas nama “kemajuan”—tanpa diberi tahu ke mana mereka harus melangkah.
Masyarakat kecil adalah wajah paling jujur dari negeri ini.
Namun, ironi terbesar kita adalah: merekalah yang justru paling sering dilupakan.
Kita diajarkan sejak lama bahwa HAM adalah hak dasar setiap manusia. Negara disebut-sebut wajib melindungi rakyatnya. Tetapi izinkan saya bertanya dengan hati yang jujur: Jika benar demikian, mengapa masyarakat kecil masih hidup dalam lingkaran ketidakadilan yang tak pernah putus?
Betapa sering hukum ditegakkan dengan tegas terhadap mereka yang lemah, tetapi penuh pertimbangan ketika menyentuh mereka yang memiliki uang dan kekuasaan.
Betapa sering pembangunan dipuja sebagai simbol kemajuan, padahal di baliknya ada tangisan orang-orang kecil yang kehilangan tanah, pekerjaan, dan kadang—masa depannya.
Bagaimana mungkin kita membicarakan HAM, sementara suara rakyat kecil tak pernah benar-benar didengar?
Bagaimana mungkin kita bicara tentang keadilan, ketika mereka hanya dianggap angka dalam laporan statistik—bukan manusia dengan air mata, ketakutan, dan harapan?
Saya menulis ini bukan untuk menyalahkan siapa pun, tetapi untuk menggugah nurani kita sebagai bangsa.
HAM bukan sekadar pasal dalam undang-undang.
HAM bukan slogan yang dijual dalam seminar.
HAM adalah roti di meja makan.
HAM adalah sekolah untuk anak-anak yang ingin bermimpi.
HAM adalah rasa aman ketika keluarga tidur di rumah yang seharusnya menjadi tempat paling damai di dunia.
Dan masyarakat kecil berhak atas itu semua.
Karena itu, mari kita berhenti menutup mata.
Mari kita berhenti membiarkan mereka berjalan sendirian.
Negara harus hadir—bukan hanya dalam janji, tetapi dalam tindakan yang menyentuh kehidupan nyata.
Ketika kita memperjuangkan HAM untuk masyarakat kecil, kita bukan hanya membela hak mereka. Kita sedang menjaga martabat bangsa ini.
Bangsa yang besar tidak diukur dari tingginya gedung, tetapi dari bagaimana ia memperlakukan rakyatnya yang paling kecil.
Mari jadikan suara mereka sebagai suara kita.
Mari jadikan air mata mereka sebagai api perjuangan kita.
Dan mari kita buktikan bahwa kemanusiaan masih hidup di negeri ini.
……………
Editor: Andry Bria
Redaksi: Klik-Infopol.com — Suara Rakyat, Fakta & Integritas
Oleh: Fiktor Leki Fahik






