Diduga Bersekongkol dengan Pelapor, Penyidik Polres Lamongan Dilaporkan ke Irwasda Polda Jatim

Klik- Infopol.Com Lamongan – Sebuah skandal penegakan hukum yang sarat dengan dugaan persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang kini menjadi sorotan publik. Bayu, seorang warga, terpaksa menempuh jalan panjang dan berliku untuk memperjuangkan haknya yang diduga telah dirampas melalui tangan oknum penyidik Satreskrim Polres Lamongan. Tanpa didampingi pengacara, ia melaporkan kasus ini ke Irwasda Polda Jatim, Ombudsman RI, dan Komisi III DPR RI, berharap ada secercah keadilan di tengah gelapnya penanganan kasus yang menimpanya.
Kisah ini bermula dari sebuah transaksi utang-piutang tahun 2015. Pada awalnya, Ongki Wijaya dan rekannya, David, meminjam uang sebesar Rp200 juta dari Harsono. Sebagai jaminan, mereka menyerahkan satu unit mobil mewah Mercedes-Benz ML 400 dengan nomor polisi S 18 OW, dengan perjanjian jatuh tempo satu bulan. Namun, saat tanggal waktu tiba, keduanya gagal memenuhi kewajiban.
Di tengah kesulitan itu, mereka mendatangi Bayu, memintanya untuk menalangi utang mereka kepada Harsono. Bayu setuju dengan itikad baik, dengan kesepakatan bahwa jaminan mobil Mercy tersebut beralih ke tangannya sampai utang dilunasi. Selama dua tahun, Bayu memegang mobil tersebut sebagai jaminannya yang sah, namun Ongki Wijaya tidak pernah menunjukkan niat baik untuk membayar kembali uang yang telah dipinjamnya.
Di sinilah kejanggalan terbesar dimulai. Alih-alih melunasi utangnya, Ongki Wijaya justru membuat laporan polisi di Polres Lamongan. Secara mengejutkan, ia melaporkan David, rekannya sendiri, dengan tuduhan penggelapan mobil—mobil yang statusnya jelas-jelas merupakan barang jaminan atas utangnya kepada Bayu.
Menindaklanjuti laporan tersebut, dua penyidik dari Satreskrim Polres Lamongan, Kanit (S) dan penyidik (AQD), mendatangi kediaman Bayu dan melakukan penyitaan terhadap mobil Mercy tersebut. Bayu, yang memahami prosedur hukum, kooperatif dan menyerahkan mobil sitaan itu. Ia berasumsi mobil tersebut akan diamankan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) atau setidaknya di Mapolres Lamongan sebagai barang bukti yang disegel.
Namun, asumsi itu keliru. Dalam sebuah tindakan yang diduga kuat melanggar KUHAP dan Peraturan Kapolri tentang Manajemen Penyidikan, kedua penyidik tersebut justru menyerahkan mobil sitaan itu kepada Ongki Wijaya, sang pelapor. Dalih yang digunakan adalah “titip rawat”—sebuah alasan yang dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat dalam konteks ini. Menyerahkan barang bukti kepada pihak yang memiliki kepentingan langsung dalam perkara adalah sebuah pelanggaran prosedur yang fatal.
“Logika hukumnya di mana? Saya yang menjadi korban karena uang saya tidak kembali, jaminan saya disita, lalu jaminan itu diberikan kepada orang yang berutang pada saya. Ini seperti dirampok oleh aparat yang seharusnya melindungi,” ujar Bayu dengan nada penuh kekecewaan saat dihubungi pada Senin (11/8/2025).
Kekhawatiran Bayu terbukti. Tak lama setelah menerima mobil itu, Ongki Wijaya langsung menjualnya. Hasil penjualan raib, dan utangnya kepada Bayu pun lenyap bersama mobil tersebut. Bayu kini mengalami kerugian ganda: kehilangan uangnya dan kehilangan aset jaminannya akibat tindakan tidak profesional oknum aparat.
Merasa dikhianati oleh sistem, Bayu memutuskan untuk melawan. Ia melaporkan kedua penyidik atas dugaan pemerasan dan pelanggaran prosedur berat. Laporannya ke Propam membuahkan hasil awal: AQD dijatuhi sanksi disiplin berupa mutasi. Namun bagi Bayu, sanksi itu tak lebih dari sekadar pemindahan masalah dan tidak menyentuh substansi keadilan yang ia cari. Kerugian materielnya belum tergantikan.
“Saya menempuh semua ini sendirian, setelah saya mencabut kuasa dari pengacara sebelumnya yang saya nilai tidak bisa bekerja. Saya tidak akan berhenti. Laporan ke Irwasda Polda Jatim, Ombudsman, dan Komisi III DPR adalah ikhtiar saya untuk memastikan ada pengawasan yang serius terhadap institusi Polri. Ini bukan lagi soal uang saya, tapi soal marwah hukum di negeri ini,” tegasnya.
Kini, bola panas ada di tangan Irwasda Polda Jatim dan lembaga pengawas eksternal. Publik menanti apakah laporan seorang warga yang berjuang sendirian ini akan mampu membongkar dugaan persekongkolan dan mengembalikan keadilan yang telah hilang, atau justru menjadi satu lagi catatan kelam tentang betapa sulitnya mencari kebenaran saat berhadapan dengan oknum aparat yang menyalahgunakan kekuasaan.
Tim )