Desember 15, 2025

BLT Dicabut karena Tak Kerja Bakti – Aturan Resmi atau Bentuk Pemaksaan?

file_00000000540c7206af0dffc0ad8263ed

BLT Dicabut karena Tak Kerja Bakti – Aturan Resmi atau Bentuk Pemaksaan?

Malaka, klik-infopol.com — Sejumlah warga penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) di salah satu desa di Kabupaten Malaka mengaku terancam tidak menerima bantuan jika tidak mengikuti kerja bakti yang ditetapkan pemerintah desa. Kebijakan ini memicu pertanyaan publik, apakah dasar aturan tersebut sah secara Peraturan Desa (Perdes), atau justru menjadi bentuk tekanan sosial kepada keluarga miskin penerima bantuan.

Beberapa warga yang enggan disebut namanya menyampaikan, kepala dusun dan aparat desa mengingatkan bahwa “yang tidak ikut kerja bakti, bantuannya bisa tidak dicairkan.” Pernyataan ini menimbulkan kegelisahan terutama bagi warga lansia, sakit, atau ibu tunggal yang secara fisik tidak mampu mengikuti kegiatan gotong royong.

> “Saya sakit dan tidak bisa ikut kerja bakti. Tapi saya takut kalau bantuan tidak diberikan lagi,” ungkap seorang warga penerima BLT.

📍 Aturan Bantuan Sosial Tidak Mengatur Kewajiban Kerja Bakti

Secara regulasi, BLT Desa diberikan berdasarkan kondisi sosial-ekonomi warga, mengacu pada data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dan hasil musyawarah desa terkait penerima manfaat.

Tidak ada dalam UU No. 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Permensos terkait BLT dan PKH, maupun Permendes PDTT tentang penggunaan Dana Desa yang mensyaratkan penerima BLT wajib ikut kerja bakti.

Jika kebijakan tersebut benar diberlakukan, maka hanya mungkin tertuang dalam Peraturan Desa (Perdes). Namun apabila tidak tertulis resmi dalam Perdes dan tidak melalui mekanisme musyawarah yang sah, maka berpotensi melanggar asas non-diskriminasi dan pemaksaan sosial.

🎙️ Pandangan pemerhati kebijakan desa

Salah satu pemerhati kebijakan publik menilai:

> “BLT adalah hak warga miskin yang dijamin negara. Tidak boleh dikaitkan dengan kehadiran kerja bakti. Jika tidak berdasarkan Perdes yang sah dan justru menekan masyarakat, maka kebijakan itu dapat dianggap sebagai bentuk intimidasi.”

⚠️ Potensi Pelanggaran

Penyalahgunaan kewenangan aparat desa

Diskriminasi terhadap warga miskin

Mengubah hak bantuan menjadi instrumen tekanan sosial

🏛️ Pemerintah Desa Perlu Klarifikasi

Warga mendesak pemerintah desa memberikan penjelasan terbuka mengenai dasar kebijakan tersebut. Apakah telah ditetapkan melalui Perdes secara sah, atau hanya instruksi lisan tanpa kekuatan hukum.

Masyarakat berharap agar bantuan sosial tidak dijadikan alat kontrol atau bentuk ancaman, melainkan tetap diberikan sesuai prinsip keadilan dan perlindungan terhadap warga tidak mampu.

——–
Editor: Andry Bria
Redaksi: Klik-Infopol.com — Suara Rakyat, Fakta & Integritas