Air Mata Intan: ART Asal NTT Bongkar Derita di Rumah Mewah Batam

file_00000000998c71fa8d5742e2ca959813

Air Mata Intan: ART Asal NTT Bongkar Derita di Rumah Mewah Batam

Batam,klik-infopol.com-Dalam sidang di Pengadilan Negeri Batam, Intan Tuwa Negu mengungkap dipaksa makan kotoran anjing, minum air toilet, dan dianiaya majikan selama berbulan-bulan.

Hal itu terungkap di Pengadilan Negeri Batam mengadakan persidangan terkait kasus penganiayaan seorang asisten rumah tangga dan telah menjadi viral di media sosial.

Nasib miris dialami seorang Asisten Rumah Tangga (ART) di Batam, Kepulauan Riau. Adalah Intan Tuwa Negu, perempuan 22 tahun asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini dipaksa memakan kotoran anjing dan minum air toilet oleh majikannya.

Selama persidangan, tubuh Intan terlihat bergetar saat memberikan kesaksian di ruang pengadilan. Selama berbulan-bulan, ia hidup dalam ketakutan akibat trauma yang dialaminya. Sidang ini dipimpin oleh majelis hakim Andi Ayu, bersama dua hakim anggota, Douglas Napitupulu dan Dina Puspita Sari.

“Saya tidak berani kabur. Mereka ancam akan lapor saya ke polisi,” ucap Intan pada Kamis (6/11). Suaranya bergetar, namun setiap kata yang diucapkannya menyentuh hati para hadirin yang menyaksikan persidangan tersebut.

Intan adalah korban dugaan penganiayaan berat yang dilakukan oleh dua perempuan, Roslina dan Merliyati, yang merupakan majikannya di sebuah rumah mewah di kawasan Sukajadi, Batam.

Kini, kedua terdakwa tersebut dihadapkan di kursi pengadilan atas kasus yang telah mengguncang publik sejak awal tahun 2025. Awalnya, sidang ini hanya dijadwalkan untuk mendengarkan tanggapan jaksa terhadap eksepsi penasihat hukum Roslina.

Namun, suasana menjadi tegang ketika jaksa memanggil Intan untuk memberikan kesaksian. Dengan langkah yang bergetar, Intan maju ke depan dan sempat menatap Merliyati, perempuan yang memiliki hubungan darah dengannya.

Dengan keberanian yang terkumpul, ia mulai mengungkapkan kisah panjang penderitaannya. Intan datang ke Batam pada bulan Juni 2024 dengan harapan untuk mencari nafkah bagi keluarganya di kampung. Ia diterima bekerja sebagai asisten rumah tangga dengan gaji sebesar Rp1,8 juta per bulan, dengan tugas membersihkan rumah dan merawat 16 ekor anjing peliharaan majikannya.

Sayangnya, ia tidak menemukan tempat yang aman, melainkan mengalami penyiksaan yang menyedihkan. Ponselnya dirampas, ia dilarang keluar rumah, dan hanya diperbolehkan tidur selama empat jam setiap malam. “Saya tidur jam dua belas, bangun jam empat subuh. Kalau telat bangun, rambut saya dijambak, kepala dibenturkan ke tembok,” tuturnya.

Kamu Harus Meninggal
Selain Roslina, Merliyati juga sering kali memukulnya tanpa alasan yang jelas. “Anjing berantem pun saya yang disalahkan,” ungkapnya sambil menahan air mata.

Setiap kesalahan yang ia lakukan dicatat dalam sebuah buku kecil yang dikenal sebagai ‘buku dosa’. Apabila dianggap melakukan kesalahan, gajinya akan dipotong.

“Saya bahkan disuruh makan terpisah karena dianggap menjijikkan,” kata Intan dengan suara pelan. Yang paling menakutkan, Intan mengaku pernah diancam dengan pisau dan bahkan dipaksa untuk makan kotoran anjing. “Saya tidak bisa lari, semua pintu dikunci dari dalam,” ucapnya dengan isak tangis.

Puncak dari kekejaman yang dialaminya, menurut kesaksian korban, terjadi ketika Roslina diduga menyuruh Merliyati untuk menghabisi nyawanya.

“Roslina bilang, kamu harus kasih mati anjing itu maksudnya saya,” katanya sambil menunduk.

Selain itu, Intan juga mengungkapkan bahwa ada 16 ekor anjing peliharaan Roslina yang ia rawat bersama Merlin dibiarkan berkeliaran di sekitar rumah tanpa kandang. Selama proses persidangan, beberapa kali majelis hakim menanyakan kondisi Intan kepada pendampingnya.

Jika kondisinya masih labil, majelis hakim akan menskors jalannya sidang untuk menenangkan suasana. Intan menangis keras saat memperlihatkan luka di kepala dan tangannya.

Namun, di akhir kesaksiannya, gadis asal NTT itu berkata dengan penuh ketegaran, “Saya sudah maafkan Merliyati, karena dia saudara saya. Tapi biarlah hukum yang berjalan,” jawabnya.

Jaksa Penuntut Umum Aditya Syaummil mendakwa kedua terdakwa dengan Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, juncto Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman yang dihadapi bisa mencapai 10 tahun penjara atau lebih. Sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan.

Ingin Jalani Hidup dengan Tenang
Bagi Intan, proses hukum yang dijalani bukan hanya sekadar upaya untuk mendapatkan keadilan, tetapi juga sebagai perjuangan untuk mengembalikan martabat yang telah direnggut darinya. “Yang saya mau cuma hidup tenang,” ujarnya sebelum meninggalkan ruang sidang.

Intan, seorang warga asal Sumba Barat di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebelumnya bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di Perumahan Bukit Golf Residence 1, Sukajadi, Kota Batam. Ia mulai bekerja pada Juli 2024 setelah dimasukkan oleh pamannya, Yulius, atas permintaan seorang wanita bernama Roslina yang berusia 44 tahun dan menjadi majikannya.

Setelah Intan bergabung, sepupunya, Marliyati Lauru Peda, juga menjadi ART dan ditetapkan sebagai tersangka karena terlibat dalam penganiayaan terhadap Intan atas perintah Roslina. Kedua saudara ini tidak dapat berbuat banyak di tempat kerja karena tertekan oleh intimidasi dan ancaman akan dilaporkan ke polisi jika melawan.

Pelaku melakukan berbagai tindakan kekerasan, baik fisik maupun psikologis, terhadap Intan. Di antara tindakan tersebut adalah memaksanya untuk memakan kotoran anjing, meminum air dari kloset, dan tidak membayar gaji selama hampir 12 bulan meskipun telah dijanjikan. Selain itu, Intan juga dilarang keluar rumah dan bahkan tidak diperbolehkan memegang handphone.

Pelaku mencatat ‘denda’ yang dianggap sebagai kesalahan Intan dalam sebuah buku khusus yang disebutnya Buku Dosa. Kasus ini menjadi viral setelah video yang menunjukkan luka-luka pada tubuh korban menyebar dan dilaporkan ke pihak kepolisian.

Editor: Andry Bria
Redaksi: Klik-Infopol.com — Suara Rakyat, Fakta & Integritas