📰 Peran Wartawan dalam Klarifikasi Berita yang Keliru
📰 Peran Wartawan dalam Klarifikasi Berita yang Keliru
Oleh: Andry Bria
Redaksi: Klik-Infopol.com / Suara Rakyat, Fakta & Integritas
Dalam dunia jurnalistik, kecepatan bukan satu-satunya ukuran profesionalisme. Yang lebih utama adalah keakuratan dan tanggung jawab moral dalam menyampaikan informasi kepada publik. Salah satu bentuk tanggung jawab itu adalah melakukan klarifikasi terhadap berita yang keliru, baik oleh media yang bersangkutan maupun oleh wartawan lain yang menemukan kekeliruan tersebut.
🔎 Landasan Hukum dan Etik
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memberikan dasar hukum yang jelas bagi wartawan untuk meluruskan informasi yang salah.
Pasal 5 ayat (2) dan (3) menegaskan:
> “Pers wajib melayani Hak Jawab dan Hak Koreksi.”
Artinya, apabila sebuah pemberitaan mengandung kesalahan atau merugikan pihak tertentu, termasuk wartawan atau media lain, maka wartawan berhak dan berkewajiban melakukan klarifikasi atau melaporkan adanya hak jawab dan hak koreksi tersebut kepada publik.
Lebih lanjut, Pasal 15 ayat (2) huruf c UU Pers juga menyebutkan bahwa Dewan Pers berfungsi untuk:
> “Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.”
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) mempertegas hal itu.
Dalam Pasal 1 KEJ, disebutkan:
> “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.”
Sedangkan Pasal 3 KEJ menyatakan:
> “Wartawan Indonesia selalu meng uji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampur fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.”
Dan Pasal 10 KEJ menegaskan kewajiban moral:
> “Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru disertai permintaan maaf bila diperlukan.”
Dengan dasar-dasar hukum ini, wartawan lain tidak dilarang untuk melakukan klarifikasi terhadap berita yang keliru, asalkan dilakukan dengan itikad baik, berdasarkan verifikasi fakta, dan tidak bertujuan untuk menyerang media lain.
⚖️ Menguatkan Integritas Profesi
Klarifikasi bukan sekadar hak, tetapi juga tanggung jawab moral profesi wartawan. Tindakan ini membantu menjaga kepercayaan publik terhadap pers dan mencegah penyalahgunaan profesi.
Wartawan yang menjalankan klarifikasi dengan benar ikut menegakkan prinsip utama pers: “Benar lebih penting daripada cepat.”
Jika terjadi perselisihan atau dugaan pelanggaran antarwartawan, mekanisme penyelesaian etik dan hukum tersedia, baik melalui organisasi profesi wartawan maupun Dewan Pers, sesuai dengan amanat Pasal 15 UU Pers.
—
Kesimpulannya, klarifikasi berita yang keliru bukanlah bentuk persaingan antarwartawan, tetapi justru bentuk solidaritas profesi dan tanggung jawab etik untuk menjaga kebenaran publik. Wartawan yang berani meluruskan kesalahan dengan berpegang pada kode etik, sesungguhnya sedang memperkuat kepercayaan terhadap pers itu sendiri.
> “Kebebasan pers tanpa tanggung jawab akan kehilangan makna. Karena di balik setiap berita, ada kepercayaan publik yang harus dijaga.”***Andry Bria






